Pengikut

Rabu, 22 Juli 2009

I WANT TO BE NUMBER ONE

Sabtu, 15 November 2008

CUPLIKAN RIWAYAT HIDUP TENTANG OBAMA PRESIDEN AMERIKA KE-44

obama sebagai presiden amerika tentunya memberikan arti bagi indonesia minimal dari segi pendidikan karena bagaimanapun obama pernah bersekolah di indonesia waktu kecil sehingga sekolah indonesia pernah memberikan kontribusi meletakkan dasar ilmu untuk obama dan obama pernah dibesarkan oleh ayah tiri yang notabene orang indonesia sehingga obama pernah memperoleh pelajaran budi pekerti dari indonesia - jadi mulai sekarang mari kita hargai institusi pendidikan di indonesia dan juga pelajaran budi pekerti ala indonesia. pohon yang tumbuh besar pastilah harus dipupuk dan dirawat dengan benar dan tepat sedari pohon tersebut masih berbentuk tunas , dan indonesia memiliki peran saat obama masih berbentuk tunas. Biografi obama ini tentu dapat anda baca untuk mengetahui tentang perjalanan hidup obama dari kecil sampai menjadi presiden.

MY EXPERIENCE

Temen aku mau cerita sedikit tentang pengalamanku,ohya pengalamanku ini sangat menarik lo kalo penasaran sebaiknya kamu baca aja.SEE BELOW!!!!

P E N G A L A M A N L I B U R A N

Pada waktu liburan kemarin aku bersama keluarga ku pergi ke rumah nenek. Tepatnya tanggal 1 Oktober 2008 pada awal hari raya Idul Fitri. Sebelum berangkat ke rumah nenek malamnya aku dan mamaku menyiapkan baju-baju, makanan ringan, dan uang secukupnya. Kami berangkat setelah shalat Ied kira-kira pukul 08.00 WIB. Diperjalanan aku melihat banyak pemandangan yang indah dan menakjubkan, misalnya gunung, sungai, sawah, kebun, waduk dan yang paling menakjubkan saat kami melewati daerah Porong yang terendam lumpur panas. Disana lalu lintasnya macet karena ada kegiatan peninggian tanggul lumpur.
Sebelum menuju ke rumah nenek kami mampir ke rumah bibiku yamg ada di daerah Malang. Disana kami berjalan-jalan sejenak ke Plaza Araya. Setelah puas berjalan-jalan keluargaku dan keluarga bibiku melanjutkan perjalan ke rumah nenekku yang tepatnya berada di daerah Ponorogo yang tekenal dengan kesenian Reog Ponorogo. Tak terasa hari sudah siang kami mencari musolah atau masjid untuk shalat dhuhur. Biasanya kami menjari masjid yang berada di tepi jalan.
Setelah shalat dhuhur aku bersama keluargaku dan saudaraku mencari rumah makan untuk mengisi perut kami yamg keroncongan. Setelah kenyang perjalan kami lanjutkan lagi. Tak terasa hari sudah sore akhirnya kami sampai di juga di Ponorogo. Disana kami semua di sambut ramah oleh nenekku dan saudaraku yang ada di sana. Hatiku senang sekali karena bisa berkumpul dan melepas rindu bersama saudara-saudaraku.
Kami menginap selama 4 hari. Disana aku menggunakan waktuku untuk berkunjung ke rumah temanku yang bernam Elok. Aku diajak bermain di sawah dan di kebun. Banyak hal-hal yang seru dan menarik, misalnya saat aku membuat peluit dari batang padi, membuat kalung dari daun singkong dan yang paling menarik saat aku dan Elok jatuh ke sawah yang habis di panen. Badan kami kotor penuh dengan lumpur, setelah puas bermain-main kami pergi ke sungai untuk membersihkan badan yang terkena lumpur. Tak terasa sinar mentari mulai tenggelam kami pun pulang ke rumah masing-masing untuk istirahat.
Keesokan harinya aku dan keluargaku berkunjung ke rumah saudara-saudaraku yang ada disana. Sore harinya aku dan keluarga pergi ke alun-alun Ponorogo. Disana ramai akan pertunjukan-pertunjukan seperti Reog Ponorogo, pertunjukan sulap dan masih banyak lagi. Hari mulai malam kami pulang ke rumah nenek. Pagi harinya kami pulang ke Sidoarjo karena pada tanggal 9 0ktober aku harus sekolah.

TEMBANG DOLANAN

CPA AJA YANG BACA TEMBABG DOLANAN INI ALHASIL DIA AKAN TERTAWA TERBAHAK-BAHAK.

Sawo gléthak
Arum gandaria gandum, manuké nuri
Manuk-manuk nuri pénclokané witing turi
Wira-wiri rina wengi nggolèki condhongé ati é..é..
sawo gléthak....njenggèlèk tangi manèh
Arum gandaria gandum, manuké puter . Manuk-manuk puter pénclokané ndhuwur pager .Plingar plinger ana pager yèn ketanggor thengar-thenger é..é..sawo gléthak....njenggèlèk tangi manèh
Arum gandaria gandum, manuké bencé . Manuk-manuk bencé pénclokané witing peté .Awan wengi ngawé-awé dadakna ana sing duwé é..é..sawo gléthak....njenggèlèk tangi manèh
Arum gandaria gandum, manuké dara .Manuk-manuk dara pénclokané witing klapa .Aja ménclok witing klapa, méncloka sing sugih donya é..é..sawo gléthak....njenggèlèk tangi manèh
Arum gandaria gandum, manuké jalak. Manuk-manuk jalak pénclokané ana cagak .Aja ménclok ana cagak, méncloka sing pinter mendhak é..é..sawo gléthak....njenggèlèk tangi manèh
Arum gandaria gandum, manuk derkuku.Manuk manuk derkuku pénclokané witing waru Sajaké ngguya ngguyu, paduné mung arep mèlu é..é..sawo gléthak....njenggèlèk tangi manèh
Arum gandaria gandum, manuké podhang,Manuk-manuk podhang pénclokané witing gedhang Aja ménclok witing gedhang, méncloka sing pinter nembang é..é..sawo gléthak....njenggèlèk tangi manèh
Arum gandaria gandum, manuké bubut.Manuk-manuk bubut pénclokané ana rambut.Aja ménclok ana rambut, méncloka nèng nduwur jem..pol é..é..sawo gléthak....njenggèlèk tangi manèh

Minggu, 02 November 2008

12 PUTRI MENARI

Ada seorang raja yang memiliki 12 putri cantik. Mereka semua tidur bersama-sama dalam satu ruangan. Setiap malam, raja akan mengunci pintu kamar itu. Pada suatu pagi, raja menemukan bahwa sepatu-sepatu mereka rusak semua karena dipakai berdansa. Raja tak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi.
Raja lalu mengadakan sayembara. Siapapun yang bisa memberi tahu dimana ke-12 putrinya berdansa, diijinkan menikah dengan salah satu anak gadisnya dan akan menggantikan posisinya sebagai raja.
Sementara itu seorang pemuda, bernama Gregor, sedang berjalan-jalan di kerajaan itu. Seorang nenek menanyakan apa yang sedang dilakukannya. Gregor berkata,
Gregor : Kudengar raja mengadakan sayembara. Aku ingin mengikutinya.
Nenek itu lalu berkata, Itu bukan pekerjaan yang mudah, nak. Tapi aku punya rahasianya.
Gregor : Apa itu, Nek? Katakanlah padaku…
Begini, Nak kata si nenek, Ketika kau di istana, jangan sekali-kali kau minum susu yang ditawarkan. Itu akan membuatmu mengantuk. Lalu, agar kau bebas mengikuti 12 putri raja, pakailah mantel ini. Ini akan membuatmu tak nampak. Begitu kata si nenek sambil menyerahkan mantel.
Gregor : Terima kasih, Nek. Aku tahu petunjuk ini pasti akan sangat bermanfaat.
Grogor lalu pergi ke istana. Raja memperlakukannya dengan baik. Malamnya, Gregor diminta untuk tidur di ruang depan kamar ke-12 putri raja. Putri yang tertua memberinya segelas susu. Gregor pura-pura meminumnya dan langsung pura-pura tertidur pulas.
Ke-12 putri raja mendengar dengkuran Gregor. Mereka lalu mulai berdandan, mengenakan pakaian yang indah dan sepatu untuk berdansa. Putri raja yang paling tua lalu menarik salah satu kaki tempat tidurnya. Tiba-tiba tempat tidur itu terbuka seperti pintu. Dibawahnya terdapat tangga. Ke-12 putri lalu masuk ke dalamnya.
Gregor lalu mengenakan mantel dari si nenek tadi dan mengikuti ke-12 putri raja. Mereka terus berjalan menuruni tangga. Saat tiba di akhir anak tangga, tampak sebuah taman dengan jejeran pohon yang indah. Daun-daunnya terbuat dari perak, emas dan berlian. Semuanya berkilauan indah. Gregor terpana melihat semua itu. Ia lalu berpikir,
Gregor : Aku harus mengambil tanda mata dari sini. Sebagai bukti.
Gregor lalu mematahkan rantingnya. Setelah berjalan agak lama, akhirnya, tibalah mereka di sebuah istana megah. Di dalam istana itu, telah menanti 12 pangeran yang tampan. Ke-12 putri dan pangerannya lalu berdansa diiringi musik. Gregor pun ikut menari. Mereka lalu berdansa sampai pagi, ketika sepatu-sepatu mereka sudah jebol.
Ke-12 putri lalu pamit kepada pangeran-pangerannya dan berjalan pulang. Gregor segera mendahului ke-12 putri raja, bergegas menuju tempat tidurnya. Ia melepaskan jubahnya dan pura-pura tertidur lagi. Melihat Gregor pulas tidur, para putri bernafas lega. Mereka yakin perjalanan rahasia mereka malam itu aman-aman saja. Ke-12 putri melepaskan sepatu dansa mereka yang sudah jebol lalu pergi tidur.
Keesokan paginya, Raja memanggil Gregor. Raja lalu bertanya kemana 12 putrinya pergi berdansa. Gregor lalu menjawab,
Gregor : Yang Mulia, ke-12 putri raja semalaman berada di sebuah istana di bawah tanah dengan 12 orang pangeran. Aku membawa beberapa bukti.
Gregor lalu menunjukkan ranting-ranting dari pohon berdaun perak, emas dan berlian. Raja lalu menanyakan hal tersebut kepada putri-putrinya. Mereka tidak bisa mengelak. Merekapun mengakuinya.
Kini Gregor berhak memilih pendampingnya. Ia pun menikah dengan putri raja yang tertua. Dan kelak, Gregor diangkat menjadi Raja.

Minggu, 27 Juli 2008

RA. KARTINI



Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Sosroningrat, bupati Jepara. Beliau putri R.M. Sosroningrat dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Kala itu poligami adalah suatu hal yang biasa.

Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya, R.M.A.A Sosroningrat, pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Peraturan Kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah keturunan keluarga yang cerdas. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.

Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Surat-surat

Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini. Dalam bahasa Inggris, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers.

Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia.

Pemikiran

Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).

Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.

Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia ungkapkan juga tentang pandangan: dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..."

Kartini juga mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah dan tersedia untuk dimadu pula. Pada bab awal ini.

Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup.

Kartini sangat mencintai sang ayah. Namun ternyata, cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah, dalam surat, juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.

Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi-terutama ke Eropa memang diungkap dalam surat-surat. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Dan ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.

Kemudian, pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niatan untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..." Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.

Pada saat menjelang pernikahan, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.

ACARA PERPISAHAN KELAS VI

Ini fotoku saat membaca Al-qur'an, pada saat acara perpisahan sekolah bersama temanku yang bernama ELISA.